Dalam Seminar Nasional Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang pada 10 April 2010 lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) mengundang beberapa pakar tentang Brain Computer Interface(BCI) dan Psikolog. Hal tersebut dilakukan dalam rangka seminar nasional dengan mengusung tema tentang solusi berkomunikasi untuk orang yang lumpuh melalui brain computer interface.
Salah satu pemateri yang hadir dan merupakan expert atas Brain Computer Interface adalah Mochamad Hariadi, ST., MSc., PhD. Beliau merupakan praktisi dan sekaligus aktivis dalam bidang keilmuan soft computing dengan konsentrasi BCI. Beliau juga merupakan lulusan dari tohuku university, jepang.
Dalam seminar yang bertempat di DOME Universitas Muhammadiyah Malang tersebut, Hariadi memaparkan beberapa hal tentang Brain Computer Interface dan teknologi yang mengusungnya. Selain itu, Hariadi mengungkapkan fenomena-fenomena unik yang terjadi saat pengujian pada dua jenis testimoni pengujian yang melibatkan antara orang indonesia dan orang jepang itu sendiri.
Membuka materinya, hariadi menjelaskan tentang pengertian brain computer interface. Hariadi mengutarakan bahwa brain komputer interface adalah sebuah teknologi yang mampu memetakan atau menangkap atau menggambar gelombang otak manusia. “gelombang otak manusia itu unik, setiap manusia memiliki rangkaian gelombang otak yang berbeda. Hal itu terlihat saat mengukurnya menggunakan EEG” tambah Hariadi.
Untuk menangkap gelombang otak, sebuah alat digunakan dengan menempatkan beberapa receiver-receiver kecil pada kepala manusia yang sudah dipetakan. Pemetaan ini sesuai dengan taksonomi letak otak yang diusung dari penelitian yang pernah ada. Kemudian alat tersebut terhubung dengan sebuah mesin capture yang bernama Electroencephalography (EEG). Dengan menggunakan EEG, varian gelombang otak yang stabil ditunjukkan dengan loncatan grafik yang medium dan amplitudo yang rendah. Sedangkan otak yang bermasalah, dalam pengertian kemampuan otak untuk berkonsentrasi memiliki kekurangan, ditunjukkan dengan loncatan grafik yang padat dan amplitudo yang sangat tinggi. Kondisi seperti ini disebut dengan spike.
“Teknologi Electroencephalography ini mempunyai kelemahan disaat pengguna mengalami lumpuh total. Sehingga faktor konsentrasi tinggi yang dipertimbangkan dan hal ini menyulitkan.” Ujar hariadi. Hariadi juga menambahkan bahwa saat ini sudah ada teknologi yang mengatasi permasalahan EEG tersebut. teknologi ini bernama Electromyography atau dapat disebut dengan EMG. EMG ini mempunyai keunggulan dengan menambahkan parameter tambahan yakni muscle wave atau gelombang otot.
“orang yang lumpuh total sekalipun, dalam arti tidak mampu menggerakkan seluruh anggota badannya, setidaknya memiliki otot leher untuk bergerak. Oleh karena itu, EMG pada pengembangannya kini akan mampu mengatasi permasalahan EEG sebelumnya.” Lanjut Hariadi.
Setelah menjelaskan tentang teknologi yang mengusung BCI tersebut hariadi bercerita tentang uniknya pengujian yang dilakukan terhadap beberapa orang dari ras yang berbeda pula. Dalam ceritanya usai memaparkan materi pokok dalam acara seminar tersebut, Hariadi menjelaskan bahwa dalam pengujiannya, orang indonesia adalah adalah testimoni yang samasekali tidak stabil. “ Dalam setiap test yang dilakukan terhadap orang indonesia, hasil test dari EEG sebagian besar menunjukkan spike yang tajam. Apakah otak orang indonesia bermasalah?” Ujar Hariadi.